BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pembangunan ekonomi
yang telah dilakukan selama ini oleh pemerintah Indonesia telah menghasilkan
kemajuan di beberapa sektor-sektor ekonomi namun selain itu tidak bisa
dipungkiri pembangunan yang telah dilaksanakan menghasilkan beberapa hal yang
kurang baik salah satunya adalah terciptanya kesenjangan sosial-ekonomi dalam
masyarakat Indonesia. Satu sisi ada sebagian masyarakat yang mempunyai tingkat
pendapatan dan tingkat pendidikan yang tinggi, akan tetapi ada juga sebagian
masyarakat Indonesia yang tingkat pendidikan dan pendapatannya masih rendah
bahkan banyak dari masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari.
Kesenjangan sosial
ekonomi tersebut memunculkan permasalahan-permasalahan sosial ekonomi baik itu
di pedesaan terlebih-lebih di perkotaan yang masalahnya relativ lebih komplek.
Banyaknya permasalahan yang muncul diperkotaan salah satunya yaitu, munculnya
fenomena anak jalanan yang semakin meningkat jumlahnya dengan membawa bentuk
permasalahan baik di dalam lingkungan anak jalanan itu sendiri maupun
permasalahan dengan masyarakat sekitarnya.
Menurut UUD 1945 (dalam Wilonoyudho,
2006), ”anak terlantar itu dipelihara oleh negara”. Artinya Pemerintah
mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan anak-anak
terlantar, termasuk anak jalanan. Hak – hak asasi anak terlantar dan anak
jalanan pada hakekatnya sama dengan Hak - hak asasi manusia pada umumnya,
seperti halnya tercantum dalam UU No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
dan keputusan Presiden RI No.36 Tahun 1990 tentang pengesahan Convention on
the Right of the Child (Konvensi tentang hak-hak Anak). Mereka perlu
mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya anak, yaitu hak sipil
dan kemerdekaan (civil right and freedoms), lingkungan keluarga dan
pilihan pemeliharaan (family enviorenment and alternative care),
kesehatan dasar dan kesejahteraan (basic health and welfare),
pendidikan, rekreasi dan budaya (education, laisure and culture activites),
dan perlindungan khusus (special protection).
Anak jalanan tidak
seharusnya dipandang dari sisi negatifnya saja. Setiap individu mempunyai sisi
baik dan sisi buruk. Anak jalanan selama ini dipandang masyarakat sebagai anak
yang banyak membuat ketidaknyamanan di daerah tertentu, yaitu melakukan
tindakan kriminal seperti mencopet, memeras, mencuri, menjual narkoba, sampai
yang paling menyedihkan seperti melakukan pekerjaan yang bersinggungan dengan
seksualitas.
Kecenderungan anak
jalanan untuk berbuat kerusakan dan melanggar tatanan hukum dan budaya
masyarakat, terjadi akibat semakin sulitnya mencari nafkah dijalan. Kondisi
tersebut diperparah dengan adanya pandangan masyarakat yang menganggap bahwa
anak jalanan sebagai sampah masyarakat dan kemudian mempersempit ruang aksessibilitas
mereka terhadap fasilitas-fasilitas umum yang menjadi kebutuhan mereka.
Sebagai bagian dari
kehidupan anak jalanan, mengamen di jalan atau di dalam bus merupakan tren baru
yang muncul saat ini. Kelompok ini sebagian besar beranggotakan anak-anak,
remaja tanggung bahkan sudah mulai masuk usia dewasa awal atau dini.
Pengamen seharusnya dapat dihargai,
sehingga mereka merasa bahwa dirinya diakui oleh masyarakat hanya karena
keadaan ekonomi yang memaksa mereka untuk mempertahankan hidupnya dengan cara
semacam itu. Pengamen sering dikucilkan dan tidak dianggap keberadaannya dalam
masyarakat, mereka sudah memiliki image yang jelek dalam masyarakat. Di
jalanan mereka berinteraksi dengan nilai dan norma yang jauh berbeda dengan apa
yang ada di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Padahal dalam
masyarakat setiap individu akan selalu membutuhkan orang lain untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya, mereka juga membutuhkan orang lain.
Kebutuhan akan keberadaan orang lain tersebut sebagai makhluk sosial akan
selalu melakukan interaksi sosial dengan individu-individu lainnya.
Bentuk umum proses sosial adalah
interaksi sosial yang juga dapat dinamakan proses sosial, interaksi sosial
merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk lain dari
proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang tentang anak jalanan dan berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam membatasi atau bahkan menghapuskan anak Jalanan di DKI Jakarta
khususnya, maka dalam penelitian ini dirumuskan rumusan masalah penelitian: Bagaimana Upaya-upaya pemerintah dalam mengatasi anak jalanan, Sementara itu tujuan penelitian yang akan dicapai adalah: untuk mengetahui berbagai upaya dan pola pendekatan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam
mengatasi permasalahan anak jalanan sebagai imbas dari wacana “2011 DKI Jakarta
Bebas Anak Jalanan” dan memberikan uraian tentang pencapaian dari hasil kebijakan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah terhadap anak jalanan.
C.METODOLOGI
PENELITIAN
Guna menjawab rumusan
masalah penelitian dan mencapai tujuan penelitian untuk
memberikan suatu gambaran menyeluruh tentang pola pendekatan pemerintah dalam mengatasi anak jalanan, jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Dengan pendekatan penelitian ini kami akan memberikan uraian dan gambaran tentang fakta-fakta dan realitas yang ada dilapangan
sehingga akan memberikan gambaran tentang fenomena penelitian yang dihadapi.
Adapun lokasi penelitian adalah pada kantor instansi/ dinas yang terkait secara langsung
dengan penanganan anak jalanan yaitu Kantor Kementrian Sosial,serta objek yang kami
ambil yaitu di Terminal Pasar Minggu.
Sumber data penelitian di
kategorikan dalam dua sumber yaitu: Pertama, Data Sekunder yang merupakan hasil dari penelusuran
kepustakaan dan kajian-kajian terhadap hasil-hasil penelitian dan dokumendokumen terkait. Kedua, Data Primer yaitu data yang
diperoleh langsung dari sumber penelitian. Adapun Teknik Pengumpulan data dilaksanakan melalui observasi, pengamatan, studi kepustakaan, dan wawancara langsung.
BAB II
PERANANAN
PEMERINTAH
TERHADAP
NASIB ANAK JALANAN
DI JAKARTA
A.Memahami UUD 1945 Pasal 3
ayat 1 Tentang “Anak terlantar dilindungi oleh Negara”
Menurut UUD 1945
(dalam Wilonoyudho, 2006), ”anak terlantar itu dipelihara oleh negara”. Artinya
Pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan
anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan. Hak – hak asasi anak terlantar dan
anak jalanan pada hakekatnya sama dengan Hak - hak asasi manusia pada umumnya,
seperti halnya tercantum dalam UU No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
dan keputusan Presiden RI No.36 Tahun 1990 tentang pengesahan Convention on
the Right of the Child (Konvensi tentang hak-hak Anak). Mereka perlu
mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya anak, yaitu hak sipil
dan kemerdekaan (civil right and freedoms), lingkungan keluarga dan
pilihan pemeliharaan (family enviorenment and alternative care), kesehatan
dasar dan kesejahteraan (basic health and welfare), pendidikan, rekreasi
dan budaya (education, laisure and culture activites), dan perlindungan
khusus (special protection).
Survei Sosial
Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2000 menunjukkan bahwa salah satu faktor
ketidakberhasilan Pembangunan nasional dalam berbagai bidang itu antara lain
disebabkan oleh minimnya perhatian pemerintah dan semua pihak terhadap
eksistensi keluarga. Perhatian dan treatment yang terfokus pada “keluarga
sebagai baris dan sistem pemberdayaan” yang menjadi pilar utama kehidupan
berbangsa dan bernegara relatif belum menjadi komitmen bersama dan usaha yang
serius dari banyak pihak.
Anak jalanan tidak
seharusnya dipandang dari sisi negatifnya saja. Setiap individu mempunyai sisi
baik dan sisi buruk. Anak jalanan selama ini dipandang masyarakat sebagai anak
yang banyak membuat ketidaknyamanan di daerah tertentu, yaitu melakukan
tindakan kriminal seperti mencopet, memeras, mencuri, menjual narkoba, sampai
yang paling menyedihkan seperti melakukan pekerjaan yang bersinggungan dengan
seksualitas.
Kecenderungan
anak jalanan untuk berbuat kerusakan dan melanggar tatanan hukum dan budaya
masyarakat, terjadi akibat semakin sulitnya mencari nafkah dijalan. Kondisi
tersebut diperparah dengan adanya pandangan masyarakat yang menganggap bahwa
anak jalanan sebagai sampah masyarakat dan kemudian mempersempit ruang aksessibilitas
mereka terhadap fasilitas-fasilitas umum yang menjadi kebutuhan mereka.
B.Mengenal lebih dekat Anak
Jalanan
I.Pengertian Anak Jalan
Anak jalanan didefinisikan sebagai orang-orang atau anak manusia dengan batasan umur 19 tahun kebawah
yang melakukan aktifitasnya di samping-samping jalan dan atau di jalan-jalan umum dalam wilayah,dengan tujuan untuk meminta-minta uang
baik atas kehendaknya sendiri, kelompok dan atau disuruh orang lain kepada setiap orang.
II. Macam-macam Anak Jalanan
a. Children On The Street
Yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalanan,namun mempunyai hubungan yang
kuat dengan orang tua mereka. Fungsi anak jalanan dalam kategori ini adalah untuk membantu memperkuat
penyangga ekonomi keluarganya
karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung dan tidak dapat diselesaikan
sendiri oleh orang tuanya
b. Children Of The Street
Yakni anak-anak yang berpartisipasi
penuh di jalanan, baik secara sosial dan ekonomi, beberapa diantara mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tua mereka
tetapi frekuensinya tidak menentu.Banyak diantara mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab, biasanya kekerasan,lari, atau pergi dari rumah.
c. Children From
Families Of The Street
Yakni anakanak yang
berasal dari keluarga yang hidup dijalanan,
walaupun anak-anak ini mempunyai hubungan kekeluargaan yang cukup kuat,tetapi hidup
mereka terombang-ambing dari suatu tempat ketempat yang
lain dengan segala resikonya.
III.Proses Interaksi sosial
dengan Masyarakat
Anak Jalanan seharusnya dapat dihargai,
sehingga mereka merasa bahwa dirinya diakui oleh masyarakat hanya karena keadaan
ekonomi yang memaksa mereka untuk mempertahankan hidupnya dengan cara semacam
itu. Pengamen sering dikucilkan dan tidak dianggap keberadaannya dalam
masyarakat, mereka sudah memiliki image yang jelek dalam masyarakat. Di
jalanan mereka berinteraksi dengan nilai dan norma yang jauh berbeda dengan apa
yang ada di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Padahal dalam
masyarakat setiap individu akan selalu membutuhkan orang lain untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya, mereka juga membutuhkan orang lain.
Kebutuhan akan keberadaan orang lain tersebut sebagai makhluk sosial akan
selalu melakukan interaksi sosial dengan individu-individu lainnya.
Bentuk umum proses
sosial adalah interaksi sosial yang juga dapat dinamakan proses sosial, interaksi
sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk
lain dari proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi
sosial. Sebagaimana menurut Walgito (2002) bahwa interaksi sosial merupakan
hubungan antara individu satu dengan individu yang lain. Individu satu dapat
mempengaruhi individu yang lain begitu pula sebaliknya, sehingga akan menjadi
suatu hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut juga terjadi antara
individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan
kelompok. Sehingga di dalam interaksi sosial individu mampu untuk menyesuaikan
diri dengan keadaan disekitarnya, individu dapat mengubah lingkungan sesuai
dengan keadaan dalam diri individu, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh
individu yang bersangkutan.
IV.Faktor-faktor penyebab
menjadi Anak Jalanan
V.Mengamen sebagai salah satu
pekerjaan Anak Jalanan
Pengamen adalah orang –
orang yang mencari nafkah/bekerja
dengan menyediakan
hiburan musik pada orang – orang sekitar.
Berbagai kata lain dari
“Pengamen” :
- Penyanyi Jalanan
- Musisi Jalanan
- Pengemis Musikal
- Penyanyi Jalanan
- Musisi Jalanan
- Pengemis Musikal
C.Upaya-upaya Pemerintah
Mengatasi Masalah Anak Jalanan
I.Arah Kebijakan Pemerintah dalam Menangani Anak Jalanan
Munculnya anak jalanan erat kaitannya dengan latar belakang ekonomi dan sosial
keluarga mereka. Kemiskinan struktural yang dialami oleh keluarga anak jalanan dianggap sebagai pemicu utama munculnya
anak jalanan. Sulitnya memenuhi kebutuhan sehari-hari oleh kepala keluarga (baik ayah maupun ibu) berimbas
pada upaya pemberdayaan seluruh anggota keluarga untuk berperan aktif dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Hal ini tidak saja pada
sekedar pemenuhan kebutuhan sandang pangan, akan tetapi jauh
lebih dari itu yang terkait dengan kebutuhan untuk bisa eksis dalam kerasnya roda kehidupan
perkotaan. Semua anggota keluarga mempunyai tanggung jawab yang
sama untuk secara bersama-sama meningkatkan status ekonomi keluarga
dengan kegiatan produktif guna menghasilkan tambahan demi ekonomi keluarga.
Faktor kemiskinan
sebagaimana diuraikan penyebabnya lebih kepada factor kemiskinan struktural. Kondisi ini bisa saja dialami oleh semua warga masyarakat yang tidak mampu
mengikuti arah dan kompetisi perkotaan dengan berbagai dinamikanya. Selain faktor tersebut penyebab lain munculnya
anak jalanan di perkotaan adalah: sikap mental yang tidak mendukung berupa sikap malas bekerja keras ataupun implementasi
yang kurang tepat dari nasehat orang tua akan makna “berbakti pada orang tua”. Dalam tataran ini anak dipandang sebagai salah satu sumber pendapatan keluarga, sehingga seorang anak
dinilai memiliki potensi untuk menghasilkan sumber dana demi membantu ekonomi keluarga.
II.Penanggulangan Anak Jalanan Melalui Implementasi
Peraturan Daerah
Upaya mencegah atau menangani anak jalanan di beberapa kota mengalami
kendala dari aspek peraturan perundang-undangan yang berlaku.Tidak atau belum
tersedianya suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang mekanisme penanggulangan anak
jalanan beserta implikasinya menjadi alasan klasik ketika pemerintah daerah akan mengurus
anak jalanan tersebut. Pola pendekatan yang dimiliki dianggap relatif kurang mumpuni ketika tidak mendapat
dukungan berupa peraturan perundang-undangan yang jelas. Undang-Undang tentang perlindungan anak belum
secara spesifik memberikan arah penanganan dan penanggulangan permasalahan anak jalanan yang dihadapi. Sebagai salah satu bentuk keseriusan pemerintah
kota dalam menangani masalah anak jalanan di kota ini, maka pemerintah membuat rencana 2011 DKI Jakarta bebas Anak Jalanan.
III.Strategi Penanggulangan Anak Jalanan Melalui Identifikasi
dan Pengembangan Kelompok
Sasaran
Pandangan yang berkembang
dalammasyarakat tentang posisi anak dalam keluarga tentunya menjadi masalah bagi pemerintah yang berkomitmen untuk menghapuskan anak jalanan di DKI Jakarta Guna mengatasi permasalahan anak jalanan, pemerintah melalui instansi terkait(Kantor
Kesos dan Pemakaman, Dinas Pendidikan, dan Satpol PP) mengembangkan tiga strategi pengembangan yang
diharapkan mampu mengakomodir berbagai segmen usia yang ada dalam anak jalanan.
Ketiga strategi yang dilakukan adalah :
1. Pengembangan pendidikan formal/non formal.
2. Pengembangan kemampuan permodalan.
3. Pengembangan kelembagaan ekonomi kerakyatan.
IV.Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Upaya Pemerintah Dalam Mengatasi Anak Jalanan
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi upaya pemerintah kota dalam
menanggulangi permasalahan anak jalanan diantaranya :
1.
Faktor
lingkungan sosial
Lingkungan sosial merupakan salah
satu aspek yang dapat mendorong seorang anak untuk
menjadi anak jalanan. Halhal yang terkait dengan lingkungan sosial masyarakat tersebut adalah :
a.
Anak jalanan
yang turun ke jalan karena adanya desakan ekonomi keluarga sehingga justru orang tua yang menyuruh
anaknya untuk turun ke jalan guna mencari tambahan ekonomi keluarga.
b. Rumah tinggal yang kumuh membuat ketidakbetahan anak berada di rumah sehingga
perumahan yang kumuh menjadi salah satu faktor pendorong untuk anak turun ke jalan.
c. Rendahnya pendidikan orang tua menyebabkan mereka tidak mengetahui peran dan fungsi sebagai orang tua dan juga tidak mengetahui hak-hak
anak. Sehingga eksploitasi anak bisa saja muncul
kapan saja termasuk dengan mengarahkan anak untuk menjadi anak jalanan.
d. Peran lembaga social kemasyarakatan
belum maksimal berperan dalam mendorong partisipasi
masyarakat untuk menangani masalah anak jalanan.
2. Budaya Masyarakat.
Upaya pemerintah kota dalam menanggulangi permasalahan anak
jalanan harus berbenturan dengan suatu kebiasaan masyarakat
yang telah membudaya yakni kerelaan memberikan sejumlah uang kepada anak yang ada di jalanan.
3.
Faktor Migrasi
Ketertarikan sebagian
masyarakat untuk mencari penghidupan yang lebih layak di daerah lain menyebabkan perpindahan
penduduk dengan kualitas sumber daya manusia yang tidak memadai
BAB
III
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan,
maka dapat ditarik beberapa kesimpulan :
1. Upaya mengatasi anak jalanandilaksanakan melalui
beberapa pendekatan diantaranya : ketersediaan peraturan
daerah dan pendekatan kebijakan mulai dari tahap identifikasi sampai penanganan masalah anak jalanan secara serius.
2. Pola pendekatan yang dilaksanakan terhadap anak jalanan berupa pendekatan persuasif
melalui mekanisme pengembangan kemampuan diri dan pendekatan preventif yakni dengan melaksanakan
razia anak jalanan sebagai upaya langsung dalam mengurangi atau bahkan menghapuskan keberadaan anak jalanan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan anak jalanan meliputi faktor lingkungan sosial, budaya masyarakat dan migrasi masyarakat dari suatu
daerah dengan tujuan akhir
4. Keberadaan anak jalanan sebagai suatu permasalahan perkotaan perlu untuk mendapatkan
perhatian serius dari semua pihak, terutama bagi instansi / dinas pemerintahan yang terkait dalam pengambilan
kebijakan mengenai anak jalanan. Hal ini perlu dikembangkan dengan tetap mengacu pada pola kemitraan dan
kerjasama antar lembaga.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, 2008. UU RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak. Jakarta :Asa Mandiri., 2008.
Soenarko. 2005. Public Policy: Pengertian Pokok Untuk Memahami
dan Analisa Kebijaksanaan Pemerintah. Surabaya. Airlangga University Press.
Sugiono, 2006. Metode Penelitian Administrasi,Bandung,
Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa Komentar mu???